Kamis, 04 Maret 2010

Tenangkanlah akal pikiranmu, maka dunia disekelilingmupun akan tenang


Bismillahirrahmaani rrahiim

 Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakaatuh

 Tenangkanlah Akal Pikiranmu, maka duniapun akan tenang

Seorang guru dan murid berjalan ditepi pantai, tatkala hari sangatlah
dinginnya, sementara angin sangat kencang, sampai meninggikan ombak di tepi
pantai itu beberapa meter.
Kemudian sang guru bertanya kepada muridnya: "Apakah yang bisa
engkau ingat dari ombak(gelombang) dipantai itu?"
Kemudian sang muridpun menjawab: "Ombak dipantai itu mengingatkan
aku akan akal pikiranku yang penuh dengan sikap tergesa-gesa dan kegoncangan,
keraguan".
Sang gurupun berkata:"Yah, engkau benar, pantai ini menyerupai akal
manusia, dia bersikap netral, tidak baik, tidak pula buruk.
Dan gelombang itu seumpama pemikiran manusia, sementara gelombang  dibuat oleh angin, sebagaimana pemikiran
manusia adalah hasil dari keinginan-keinginan nya, serta
ketakutan-ketakutan nya"

Kemudian sang muridpun berkata:"Betapa aku sangat menginginkan,
bahwa aku berada di dalam kapal, dan aku berlayar dilautan lepas itu dengan
dalam keadaan aman dan tenang, sebagaimana kondisinya pantai ini dan dengan
sepoi angin semacam ini"
Sang gurupun langsung mengomentarinya: "Sesungguhnya engkau
benar-benar seperti itu sekarang. Kebanyakan manusia mereka berada didalam
kapal yang aman, ditengah laut yang bergelombang, sehingga mereka tak
menyadarinya, itu dikarenakan akal pikiran mereka dipenuhi dengan kegoncangan,
segala macam pemikiran dengan aneka ragamnya datang dan pergi, tanpa
henti-hentinya, akalpun bergoncang, sebagaimana angin menggoncangkan ombak
dilautan.

Sang muridpun langsung memotong pembicaraan gurunya," inilah
sebabnya aku mendampingi engkau wahai guruku. Aku ingin menenangkan gelombang
akalku".

Kemudian sang guru memandangi muridnya sambil tersenyum:"Sesunggu hnya
engkau tidak akan mungkin menenangkan lautan dengan hanya memegang air lautnya,
dan engkaupun tidak akan mungkin pula menjadikan lautan itu bergerak, yang
penting bagi
 dirimu adalah engkau menenangkan dulu anginnya. 
Dengan arti kata, jangan sampai keinginan, ketakutan-ketakutan engkau
lebih mendominasi, atau keinginan engkau tersebut lebih menghakimi kehidupanmu,
akan tetapi, ketahuiah, engkaulah yang mengatur keinginanmu itu, dan ini hanya
didapatkan dengan terbiasanya dirimu kosentrasi dan engkaulah yang  menundukkan pemikiran tadi, dengan seketika,
maka akan tenanglah lautan, itulah dia akalmu".

Sang muridpun langsung bertanya:"Bagaimana mungkin aku dapat
melakukan hal itu?"
Sang guru langsung bertanya lagi:" Cobalah bayangkan, apakah
mungkin tepi pantai lautan itu mengabaikan perbuatan angin?, apa yang terjadi
saat itu?
Sang muridpun langsung menjawabnya: Gelombang akan berhenti(Apabila
angin dihentikan). Tetapi adakah orang yang dapat menghentikan angin?

Sang gurupun tersenyum dengan senyuman penuh makna:"Why not",
kenapa tidak, "lima laa". Sesungguhnya angin, lautan dan pemikiran
semuanya berada dibawah/didalam akal. Maka ketika engkau dapat memanage akal
kamu, maka mungkin saja kamu memanage sekelilingmu.
Sang murid langsung berkata kepada gurunya sambil bercanda:
"Akh..wahai paduka guru, barang siapa yang menundukkan akalnya, maka
mungkin saja dia menundukkan angin, maka apakah mungkin angin akan tenang,
sementara dia ada disekitar kita?

Sang gurupun langsung berkata :"Pelajarilah dulu bagaimana cara
menenangkan lautan akalmu, kemudian engkau akan mengetahui, apakah engkau
sanggup menenangkan lautan, maka jika engkau dapat menenangkan akalmu, engkau
dapat menenangkan segala sesuatu yang terjadi disekelilingmu.
Maka ketahuilah wahai saudara-saudaraku, akal bisa memberikan
kebahagiaan untuk kita, dia bisa juga menghancurkan kehidupan kita, apabila
kita tak mempergunakan akal sebaik-baiknya dan sebagaimana mestinya.

Didalam akal ada sisi positive, maka terbiasalah dengan positive
thinking, dan didalam akal juga bersemayam sisi negative, maka jauhilah
negative thinking.
Bagaimanakah cara melatih akal kita agar dia selalu dipakai untuk
hal-hal yang baik?
Pertama : Manusia harus melatih dirinya terbiasa didalam keadaan sadar,
dengan kesadaran yang dalam dan sarat akan makna, dengan apapun yang ada dalam
pemikirannya yang bersumber dikepalanya, dan berfikiran selalu, bahwa apa yang
akan diperbuatnya itu, adalah sebuah pemikiran dan perbuatan yang bermanfaat

Kedua : "Jauhi sama sekali pemikiran, bahwa diri kitalah yang
tertinggi, terhebat, terpintar, terkaya dan ter..segalanya. .dengan terbiasa
memperhatikan kelebihan orang lain, dan menghargai orang lain.
Keseharian kita hakikatnya bagaikan kita berada diatas lautan dimana
diatas lautan itu selalu menghadapi kegoncangan, dengan mengikuti gelombang
angin, namun kehidupan kita yang hakiki, berada didasar lautan yang dalam
tersebut , dimana dasar lautan yang dalam penuh karang dan mutiara manikam yang
indah itu, selalu berada didalam ketenangan, beda jauh tatkala diri kita berada
diatas lautan tadi.
Maka, tatkala kita memasuki dalamnya dasar lautan yang penuh ketenangan
tadi, itulah dia asal diri kita, kita akan merasa aman, damai dan tentram
didalamnya, dan dapat memperbaharui kekuatan diri kita, dari kedalaman tadilah
kita dapat dengan mudahnya melihat segala sesuatu yang berbeda dengan pandangan
yang jernih. Inilah yang digambarkan guru tadi, kapal yang berlayar penuh
dengan ketenangan, meskipun dia berada ditengah-tengah goncangan angin yang
kencang.
Dan ketenangan akal itu tidak mungkin didapat begitu saja, tetapi butuh
latihan terus menerus dan selalu berada dalam naungan yang maha Rahman dan maha
Rahim, dengan kebiasaan selalu beribadah mendekatkan diri kepadaNya, baik siang
ataupun malam, kondisi susah ataupun senang, ramai ataupun sepi.

 

Disadur dan diterjemahkan dari majalah mingguan Arabic, dan ini buah
permintaan dari Bu Lany Siregar, meminta kepada saya, agar saya yang membaca
buku, dan apa yang saya baca, saya kirimkan dalam karya buah tulisan. 

 Wassalamu'alaikum. Rahima.S.S Yusuf, Cairo,3 Maret 2010

 
"Sebaik-baik manusia, adalah yang paling banyak memberikan manfaat bagi manusia lainnya".

Tidak ada komentar: