Rabu, 24 Februari 2010

Palestina dan Diamnya Dunia


Gaza kembali menelan pahitnya dari sunyi sepi dunia internasional. Setelah melalui gempuran yang luar biasa dari Israel dan mengakibatkan 1.400 jiwa tidak bersalah hilang begitu saja, kini dunia internasional kembali diam dalam mengambil sikap terhadap perang tersebut.

Palestina mengadakan Pemilu pada tahun 2007 yang memenangkan Hamas diatas Fatah. Sesuai dengan hukum yang berlaku, Hamas sebagai pemenang Pemilu tersebut adalah pemegang kekuasaan yang sah selama waktu yang ditentukan. Namun, Fatah menyatakan hasil Pemilu tersebut dicurangi oleh Fatah. Klaim tak berdasar ini kemudian ditanggapi oleh Israel dan Amerika Serikat dengan menolak untuk mengakui pemerintahan Hamas dan mengakui Fatah sebagai pemerintah yang sah untuk mewakili rakyat Palestina. Dunia internasional kembali dian. Inilah demokrasi yang diakui oleh dunia internasional.

Dengan diakuinya Fatah sebagai pemerintahan yang sah, posisi Hamas menjadi terkucil dari dunia internasional. Ditambah lagi dengan adanya provokasi dari pihak Fatah yang kemudian berakibat pada perang saudara di Gaza dan di Tepi Barat. Di penghujung perang saudara tersebut, tercapai sebuah kesepakatan gencatan senjata antara Hamas-Fatah dan Hamas-Israel. Namun sebagai dampaknya, Hamas semakin terkucil di Jalur Gaza. Bukan hanya itu, Israel memblokade Gaza dari dunia internasionl. Semua dana bantuan, bantuan kemanusiaan, dan lainnya dihadang untuk masuk ke Gaza. Israel menghukum populasi Gaza karena telah memilih dan setia pada Hamas. Dunia internasional mengecam blokade terhadap populasi Gaza, dan meminta Israel untuk membuka blokade tersebut. Namun tidak ada aksi yang lebih signifikan selain dari kecaman tersebut.

Enam bulan kemudian, Israel melakukan beberapa serangan kecil terhadap wilayah-wilayah Gaza. Beberapa terowongan menuju Gaza diserang, kemudian beberapa orang Palestina tertembak mati di daerah pendudukan oleh tentara IDF. Tentu hal ini menganulir kesepakatan gencatan senjata yang sebelumnya telah disepakati. Dan pasti Hamas sebagai pihak yang diserang melakukan pembelaan diri dengan kembali menembakkan roket ke arah Israel. Hamas mendeklarasikan pembatalan gencatan senjata dengan Israel. Tidak ada korban jiwa dari pihak Israel dalam penembakan roket pada periode ini.

Penembakkan roket oleh Hamas ke Sderot, kota pendudukan Israel, menjadi sebuah alasan bagi Israel untuk melancarkan sebuah serangan sistematis ke Jalur Gaza. Israel mengatakan bahwa Israel melakukan serangan pembelaan diri ke Gaza atas serangan roket dari Hamas. Media massa internasional memberitakan demikian. Kenyataannya adalah Israel hanya melanjutkan provokasi yang sebelumnya telah dilakukan.

Serangan Israel cukup mencengangkan mengingat kapasitas dari pejuang Hamas dan kemampuan tempur mereka yang terbatas, Israel melakukan serangan dengan kekuatan penuh. Dunia internasional mengeluarkan kecaman atas serangan yang dinilai tidak proporsional tersebut. Namun Israel kembali menyatakan bahwa serangan mereka adalah sebuah bentuk pembelaan diri dan tidak melanggar peraturan dunia internasional mengenai perang dan juga tidak melanggar Hak Asasi Manusia.

Desakan dunia internasional atas Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk menekan Israel mengehentikan serangan mereka tidak digubris. Pemerintah Amerika Serikat membela aksi Israel dan menyatakan seranga tersebut sebagai bentuk serangan pembelaan diri.


Serangan pertama dimulai pada penghujung tahun 2008. Ledakan roket demi roket membumihanguskan Gaza. Catatan resmi PBB menyatakan 1.400 jiwa menjadi korban, dan lebih dari sepertiganya adalah wanita dan anak-anak. Dilaporkan pula oleh sekolah resmi PBB di Gaza, bahwa Israel melancarkan serangan roket ke sekolah tersebut. Pihak sekolah menyatakan bahwa sekolah mereka steril dari pejuang Hamas, namun Israel bersikukuh menyatakan kalau ada serangan roket Hamas yang berasal dari gedung sekolah tersebut.

Taktik serangan Israel disusun sedemikian rupa agar rakyat Gaza terpecah dan terkumpul dalam beberapa kamp-kamp pengungsian. Hal ini ditujukan untuk mempersempit gerakan Hamas, demikian keterangan resmi dari pihak Israel.

PBB menanggapi kecaman terhadap aksi agresi Israel ke Gaza, kemudian memutuskan untuk menyusun sebuah tim penyelidik untuk menyelidiki jalannya perang Gaza tersebut. Tim penyelidik ini dipimpin oleh seorang hakim dari Afrika Selatan dan seorang Yahudi, Richard Goldstone. Israel menyetujui dan menerima tim ini.

Dalam beberapa minggu penelitian dan penyelidikan atas terjadi dan jalannya perang, tim yang dipimpin Goldstone mengeluarkan pernyataan yang sungguh di luar dugaan. Richard Goldstone menyatakan bahwa kedua pihak, baik Israel maupun Hamas, telah melakukan pelanggaran atas hukum perang internasional. Hasil penyelidikan menjadi mencengangkan mengingat Goldstone yang seorang Yahudi berani menyatakan Israel turut melanggar.

Hamas dituduh telah melakukan kejahatan perang dengan menembakkan roket ke pendudukan Israel tanpa menargetkan sasaran kepada fasilitas militer sehingga dapat menimbulkan korban sipil. Hamas menolak tuduhan ini dengan menyatakan kalau mereka sudah menargetkan fasilitas militer, namun kemampuan persenjataan Hamas yang minim menyebabkan kemungkinan salah sasaran besar terjadi.

Di sisi lain, Israel dituduhkan dengan serentetan kejahatan perang. Dari mulai penggunaan senjata yang dilarang, senjata biokimia, penghancuran prasarana publik, sarana publik, sekolah, peternakan ayam, penyimpanan air, sampai pembunuhan warga sipil secara sistematis. Pelanggaran yang dilakukan Israel dinyatakan sebagai kejahatan perang dan kejahatan atas kemanusiaan dan hak asasi manusia.

Laporan Goldstone telah selesai dan dilaporkan pada November 2009 yang lalu. Israel dan Amerika Serikat dengan tegas menolak laporan tersebut. Israel juga melakukan lobi ke beberapa pemerintahan agar turut menolak laporan tersebut.

Kembali dunia internasional terdiam.

Tidak ada komentar: